Sabtu, 01 Desember 2007

PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL DALAM MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PADA SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

ABSTRAK

Oleh

Syukri Hamzah

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model bahan ajar Pendidikan Lingkungan Berbasis Lokal. Metode yang digunakan didesain dengan pendekatan Research and Development dan direncanakan dilaksanakan selama tiga tahun. Pada tahun ke-1 ini metode yang digunakan adalah metode survey dengan sampel penelitian para pengguna bahan ajar dan masyarakat adat Rejang di wilayah Provinsi Bengkulu. Penelitian yang dilaksanakan menghasilkan (1) Kisi-kisi rencana isi materi bahan ajar Pendidikan Lingkungan Berbasis Lokal, (2) Panduan Penulisan Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Berbasis Lokal, dan (3) Buram bahan ajar Pendidikan Lingkungan Berbasis Lokal yang siap untuk diujicobakan pada tahun ke-2. Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian adalah agar para guru lebih kreatif memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungannya, khususnya dalam memanfaatkan pendekatan kontekstual dalam suatu proses pembelajaran.

Kata kunci: Pendidikan, Lingkungan, , Rejang, Lokal

PENDAHULUAN

Saat ini dampak dan hasil “pendidikan lingkungan hidup” yang dilaksanakan belum banyak dirasakan, baik oleh masyarakat maupun lingkungan. Berbagai permasalahan lingkungan hidup yang berakar dari perilaku manusia masih kerap kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini juga diakui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia (2004:3). Dalam hal ini, ia menyatakan bahwa “materi dan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup tidak aplikatif, kurang mendukung penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi di daerah masing-masing.” Kondidi ini secara tidak langsung merupakan indikasi bahwa secara umum konsepsi pendidikan lingkungan hidup di sekolah baru pada tatanan ide dan insrtumental, belum pada tatanan praksis. Oleh karena itu, pengkajian terhadap model pembelajaran pendidikan lingkungan hidup yang telah dilaksanakan selama ini sangat perlu dilakukan, dalam arti bahwa kita perlu mengkaji perubahan strategi pembelajaran dan perubahan penyediaan pengalaman belajar pada peserta didik, guna mencari alternatif bentuk model pembelajaran yang lebih efektif. Keharusan untuk meninjau kembali tentang pelaksananan pendidikan lingkungan hidup juga ditekankan oleh soemarwoto (2001: 180-183), yakni:

Kita perlu meninjau kembali pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup agar bahan pelajaran dapat diinternalkan dan melahirkan masyarakat yang bersikap dan berkelakuan ramah terhadap lingkungan hidup. Kelemahan yang ada selama ini adalah pelajaran lingkungan hidup terlalu berat pada ekologi dan tidak memasukkan hal-hal praktis dari kehidupan sehari-hari. Hal ini mengsisyaratkan bahwa realitas kongkret yang ada di lingkungan peserta didik merupakan sumber belajar yang perlu dimanfaatkan dalam pendidikan lingkungan hidup, agar pemahaman tentang permasalahan lingkungan hidup secara komprehensip benar-benar dapat dimiliki peserta didik.

Peluang untuk mempersiapkan suatu bahan ajar berbasis lokal sangat terbuka, terlebih lagi dengan diberlaku­kannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang akan berlaku efektif pada tahun ajaran 2008. yang telah memberikan rambu-rambu penerapan desentralisasi pendidikan dalam bidang kurikulum menggunakan prinsip “Kesatuan dalam kebijakan dan Keberagaman dalam Pelaksanaan”. Kesatuan dalam Kebijakan” terwujud dalam Ketentuan Umum, Standar Kompetensi Bahan Kajian, Standar Kompetensi Mata Pelajaran, beserta Pe­doman pelaksanaannya yang disusun secara nasional. Keberagaman dalam Pelaksanaan” terwujud dalam Petunjuk Teknis dan Silabus yang dikeluarkan oleh pihak Depdiknas.

Bila bertolak dari kebutuhan dan kondisi dari suatu wilayah atau daerah, pengembangan materi dan strategi pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal sangat mungkin dilakukan karena setiap daerah menghadapi masalah yang berbeda dan mempunyai ciri karakteristik tersendiri, baik berkenaan dengan kondisi bentang alam, sumber daya alam, maupun kondisi sosial ekonomi serta budaya masyarakatnya.

Pengkajian terhadap bahan ajar dalam suatu proses pembelajaran merupakan hal yang cukup penting, seperti dinyatakan oleh Cunningswort (1995) bahwa suatu bahan ajar sangat berpengaruh terhadap suasana suatu proses pembelajaran. Di samping itu, kedudukan bahan ajar dalam proses pembelajaran memiliki beberapa fungsi, yaitu: (1) Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan/dilatihkan kepada siswa, (2) Pedoman bagi siswa guna mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi kompetensi yang harus dikuasainya, dan (3) Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran (Tim PUPBA-SMK, 1971). Kondisi lain yang mendukung pentingnya bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan siswa adalah kenyataan bahwa siswa beraasal dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki keanekaragaman sosial budaya, aspirasi politik, dan kondisi ekonomi tersendiri pula yang akan mewarnai skemata atau struktur mentalnya yang pada gilirannya akan berpengaruh pada proses pembelajaran dan hasil belajar yang ingin dicapai.

Atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal.

Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi 1997 adalah suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungannnya dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memilki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru (Gyally,2003:408). Sehubungan dengan hal ini, Yusuf (2000: 86), menekankan bahawa pendidikan lingkungan hidup harus mencerminkan upaya pembinaan kepada peserta didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan, serta memilki kemampuan mengelolah lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab, guna memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber daya alam secara bijaksana demi tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik jasmani amupun rohani.

Adapun tujuan umum pendidikan lingkungan hidup menurut konferensi Tbilisi 1997 adalah: (1) untuk membantu menjelaskan masalah kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial, politik, dan ekologi di mota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan meperbaiki lingkungan, dan (3) untuk mencipatakan pola perilaku yang baru pada individu, kelompok, dan masayarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap lingkungan (Gyallay, 2001: 409). Tujuan yang ingin dicapai tersebut meliputi aspek: (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian. (4) keterampilam, dan (5) partisipasi (gyallay, 201: 409). Hal yang senada dengan butir-butir tujuan ini juga dikemukakan oleh Yusuf(2000: 76), bahawa tujuan pokok yang hendak dicapai dalam pendidkan lingkungan hidup adalah: (1) membantu anak didik memahami lingkungan dengan tujuan akhir agar mereka memilki kepedulian dalam menjada dan melestarikan lingkungan serta sikap yang bertanggung jawab, (2) memupuk keinginan serta memilki keterampilan untuk melestraikan lingkungan agar dapat tercipta suatu sistem kehidupan bersama, di mana manusia dapat melestarikan lingkunagn dalam sistem kehidupan bersama dengan bekerja secara rukun dan aman. Oelh karena itu, pendidikan lingkungan hidup menurut Yusuf (2000: 86), harus didasarkan pada empat pilar pendidikan , yaitu: learning to know. Sedangkan Internasional Working Meeting On Environment Education Inschool Curriculum, dalam rekomendasinya mengenai pelaksanaa pendidikan lingkungan hidup, menyatakan bahwa proses pembelajaran yangbdilakuka hendaknya merupakan suatu proses mereorganisasi nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk mmebina keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antar hubungan manusia, kebudayaan, dan lingkungan fisiknya. Pendidikan lingkungan hidup harus juga diikuti dengan praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri ciri-ciri perilaku yang didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan (Schmieder, 1977:25).

Atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas, maka proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup tidak cukup hanya disajikan melalui penyajian pengetahuan semata (telling science), tetapi perlu dikembanhgkan kegiatan pembelajaran yang memberi pengalaman belajar secara konstekstual terhadap hal yang dipelajari (doing science) atau kegiatan-kegiatan lain yang mampu mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir atau memecahkan masalah (thinking skill). Tillar (2000: 28) juga menekankan hal yang senada, yakni hakikat pendidikan adalah proses menumbuh-kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakatm membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.

Berkenaan dengan bahan ajar, menurut Dick & Carey (1996: 229) merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dnegan bahan ajar pendidikan lingkungan hidup, Hines.dkk. (1993: 2), dalam tulisannya “Global Issues and Environment Education”, memgidentifikasi empat elemen pokok yang harus ada dalam pendidikan lingkungan hidup, yaitu: (1) pengetahuan tentang isu-isu lingkungan; (2) pengetahuan tentang strategi tindakan yang khusus untuk diterapkan pada isu-isu lingkungan; (3) kemampuan untuk bertindakterhadap isu-isu lingkungan, dan (4) memilki kualitas dalam menikapi serta sikap personalitas yang baik.

Selanjutnya, kata “lokal” dalam konteks pengertian masalah yang dibahas di sini dimaksudkan sebagai lingkungan tempat peseta didik berdomisili, hidup, dan dibesarkan pada suatu kelompok masayarakat adat tertentu yang memilki suatu sistem nilai budaya tertentu pula. Sistem nilai budaya itu sendiri menurut koentjaraningrat (187: 11), terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Hal ini bermakna bahwa sistem nilai yang ada di masayarakat tersebut akan termanifestasikan dalam perilaku kehidupan masyarakat tersebut sehari-hari, baik itu terwujud dalam bentuk kearifan-kearifan lokal maupun tradisi atau lainnya.

Hal-hal yang diungkap di atas menunjukkan bahwa suatu kelompok adat memiliki tata nilai yang unik, baik yang berkaitan dengan pengelolaan alam maupun yang berkaitan dengan perikehidupan lainnya. Kelompok masyarakat adat tersebut juga memiliki kearifan dan pengetahuan yang unggul yang kondusif dan lestari, dan yang tak kalah penting bahwa kelompok masayarakat tersebut berhak untuk mengoperasikan kearifan dan pengetahuannya itu menurut pertimbangan dan aspirasinya.

Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis lokal, tata nilai dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelolah lingkungan, merupakan salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup itu sendiri. Seperti dikemukan oleh Tillar (199: 42-43), bahwa lingkungan adalah sumber belajar (learning resouurces) yang pertama dan utama. Proses belajar mengajar yang tidak memperhatikan lingkungan, juga tidak akan membuahkan hasil belajar yang maksimal. Berkaitan dengan ini Semiawan (1992: 14), menyatakan bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang kongkret, yaitu contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondidi yang dihadapi.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal adalah materi pelajaran yang bersumber dari kondisi lingkungan hidup dan kehidupan nyata serta fenomena yang ada di lingkungan peserta didik yang disusun secara sistematis yang di dalamnya termasuk lingkungan fisik, sosial (budaya dan ekonomi), pemahaman, keyakinan, dan wawasan lokal peserta didik itu sendiri. Materi tersebut mengacu pada suatu kemampuan tertentu yang ingin dicapai sebagai hasil belajar pendidikan lingkungan hidup.

Di samping itu, teori-teori belajar yang ada sangat mendukung bahan ajar yang disusun berdasarkan kondisi dan fenomena lokal. Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa anak usia SD sangat bergantung pada referensi atau hal-hal yang konkret. Dalam hal ini, Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam membangun pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran peristiwa dalam hubungannya dengan struktur kognitif yang ada. Sedangkan, akomodasi merupakan suatu pengetahuan yang baru yang mengacu pada perubahan struktur kognitif yang disebabkan oleh lingkungan. Pada sisi lain, teori belajar kognitif berasumsi bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam betuk struktur mental atau skemata. Teori belajar kognitif ini menyatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pembelajaran yang baru beradaptasi secara tepat dengan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik. Dikemukakan oleh Slick (2002: 3), bahwa teori kognitif dapat berperan secara efektif dalam pembelajaran apabila peserta didik mempunyai pengalaman terhadap pokok bahasan atau yang area pengetahuanya berhubungan, tersedianya sumber daya untuk membantu pelajar mengkaitkan pokok bahasan dengan pengetahuannya, dan waktu pembelajaran tidak terbatas secara ketat.

Teori belajar konstektual, yang menyatakan bahwa belajar itu terjadi hanya ketika peserta didik memproses pengetahuan dan informasi baru sedemikian rupa, sehingga dapat dipertimbangkannya dalam kerangka acuan mereka sendiri (memori mereka sendiri, pengalaman, dan tanggapan), dan fokus belajar kontekstual itu sendiri adalah pada berbagai aspek yang ada di lingkungan belajar (Blanchard, 2001: 1). Karena itu, menurut teori kontekstual, proses belajar dan nilai informasi hendaknya didasarkan pada kebutuhan peserta didik, dan informasi yang disajikan hendaknya berhubungan dengan pengatahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Sedangkan, teori belajar konstruktif yang dikembangkan atas dasar premis bahwa kita membangun perspektif dunia kita sendiri melalui skema (struktur mental) dan pengalaman individu (Mergel, 1998: 9). Dalam hal ini, para ahli konstruktif percaya bahwa peserta didik membangun kenyataan mereka sendiri atau setidak-tidaknya menginterpretasikan sesuatu berdasarkan persepsi pengalaman peserta didik sendiri. Apa yang diketahui seseorang adalah didasarkan pada persepsi fisik dan pengalaman sosial yang dipahami oleh pikirannya (Mergel, 1998: 10) Dengan demikian, menurut teori konstruktif proses pembelajaran yang bermakna harus bermula dari pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.

Dari keseluruhan teori belajar yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dapat mendesain terjadinya interaksi antara peserta didik dengan lingkungan dapat diharapkan cukup efektif dalam pembentukan pemahaman dan perilakunya terhadap lingkungan. Hal ini pula yang menjadi salah satu ciri bahan ajar pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal.

Bahan ajar yang efktif menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Karim (1980: 70) harus memenuhi sayarat: (1) ketepatan kognitif (cognitive appropriateness); (2) tingkat berpikir (level of shopisication)’ (3) biaya (cost); (4) ketersediaan bahan (availability); dan (5) mutu teknis (technical quality).

Sedangkan dalam hal pengembangan bahan ajar, Dick danCarey (1996: 228), mengajukan hal-hal berikut untuk diperhatikan, yakni: (1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang diberikan , (3) mengikuti suatu urutan yang benar, (4) berisiskan informasi yag dibutukan, dan (5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi yang diberikan, (8) tersedia petunjuk untuk tindak lanjut ataupun kemajuan umum pembelajaran (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, dan (10) dapat diingat dan ditranfer. Pendapat lain, Romiszowski (1986: 22) menyatakan bahwa pengembangan suatu bahan ajar hendaknya mempertimbangkan empat aspek, yaitu: (1) aspek akademik; (2) aspek sosial; (3) aspek rekreasi; dan (4) aspek pengembangan pribadi. Jolly dan Bolitho (dalam Tomsilon. ed, 1998: 96-97), mengajukan langkah-langkah pengembangan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kebutuhan materi yang perlu dibutuhkan (2) mengeksplorasi kondisi lingkungan wilayah tempat bahan ajar akan digunakan; (3) menentukan masalah atau topik yang sesuai dengan kenyataan yang ada di lingkungan peserta didik untuk diajarkan; dan (4) memilih pendekatan latihan dan aktivits serta pendekatan prosedur pembelajaran, dan (5) menulis rancangan materi bahan ajar.

Khusus tentang bahan ajar pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, Yusuf (2000: 86-87), mengajukan kriteria sebagai berikut: (1) masalah yang diberikan harus masalah yang esensial dan aktual tentang kependudukan dan lingkungan hidup dalam lingkungan masyarakat; (2) materi yang dipelajari dapat digunakan untuk membentuk sikap, perilaku, dan kepribadian sebagai manusia Indonesia yang berwawasan kependudukan dan lingkungan; (3) materi yang diberikan mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan, minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik; (4) mempunyai relevansi dengan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang berlaku; dan (5) berfungsi sebagai pengembangan dan pengayaan terhadap program pendidikan yang ada dalam rangka membekali anak didik menghadapi dan memecahkan masalah kependudukan dan lingkungan hidup.

Pengembangan bahan ajar yang dilakukan dalam penelitian ini dengan mengikuti rambu-rambu yang dikemukakan dalam teori-teori yang telah dikemukakan di atas. Kerangka konseptual pengembangan bahan ajar yang akan dilakukan yang didasarkan pada kajian teori yang telah dikemukakan tersebut, dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini:

Teori-teori Belajar

TUJUAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP


Kondisi dan Realitas Fenomena Lingkungan hidup

KEBUTUHAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL

KURIKULUM YANG BERLAKU

RANCANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

COBA UJI MODEL BAHAN AJAR

MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL

PESERTA DIDIK


Bagan model pengembangan bahan ajar pendididkan lingkungan hidup berbasis lokal

METODOLOGI

Untuk memenuhi tujuan penelitian maka penelitian ini didesain dengan pendekatan “penelitian pengembangan” (Research & Development) yang menurut Borg & Gall (1983: 772), bahwa model penelitian pengembangan ialah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan, seperti materi pembelajaran, buku teks, metode pembelajaran, dan lain-lain yang dilakukan dalam suatu siklus penelitian dan pengembangan. Langkah-langkah penelitian pengembangan yang dikemukakan oleh Borg & gall (1983;773) adalah sebagai berikut: (1) penelitian pengumpulan informasi; (2) perencanaan; (3) membuat rancangan model awal; (4) uji coba pendahuluan; (5) revisi terhadap rancangan awal; (6) ujicoba produk utama; (7) revisi terhadap produk utama; (8) uji coba operasional; (9) revisi produk operasional; (10) diseminasi dan retribusi.

Mengacu pada langkah-langkah pengembangan di atas, maka pelaksanaan penelitian akan menggunakan tiga metode penelitian, yaitu survei, evaluasi, dan ekperimen. Penelitian itu sendiri direncanakan dilaksanakan selama tiga tahun (multi-years), yakni tahun pertama tahap penyusunan model, tahun kedua II tahap validasi model, dan tahun ketiga tahap uji efektivitas model.

Prosedur dan tahapan pengembangan model pada tahun pertama dilakukan rangkaian kegiatan sebagai berikut: (1) Mengkaji Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bidang Pengetahuan Sosial SD; (2) Mengidentifikasi jabaran unsur-unsur pendidikan lingkungan dan kaitannya dengan kondisi dan fenomena lokal; (3) memadukan hasil 1 dan 2; (4) menyusun kisi-kisi intrumen pengumpulan data untuk menjaring need assesment pada pengguna dan masyarakat; (5) menganalisis data guna menyusun pokok bahasan berdasarkan analisis hasil pengumpulan data lapangan; (6) menyusun buram naskah bahan ajar Pendidikan Lingkungan Berbasis Lokal yang siap untuk diujicobakan pada tahun kedua.

Populasi penelitian ini adalah pengguna bahan ajar dalam hal ini guru SD yang meliputi empat wilayah kabupaten, yaitu Bengkulu Utara, Kepahiyang, Rejang Lebong dan Lebong dan masyarakat adat Rejang yang berdomisili di wilayah tersebut.

Sampel untuk pengumpulan data taksiran kebutuhan menggunakan responden sampel berlokasi di dua kabupaten yakitu Kabupaten Kepahiyang dan Kebupaten Rejang Lebong yang ditetapkan berdasarkan teknik purposif dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Lebong pernah dilakukan penelitian untuk hal yang sama pada penelitian terdahulu yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan kelengkapan acuan penyusunan bahan ajar. Sedangkan Kabupaten Bengkulu Utara, penduduknya masyarakat Rejang relatif sedikit, mayoritas penduduknya adalah suku lembak dan suku-suku pendatang lainnya, sedangkan adat dan keadaan komunitas masyarakat Rejang yang ada relatif sama dengan masyarakat Rejang di wilayah Kabupaten yang menjadi sampel. Responden sampel sebagai subjek sumber data dipilih sebanyak 20 orang anggota masyarakat/tokoh masyarakat dan 30 orang guru SD.

Materi instrumen taksiran kebutuhan bahan ajar mencakup empat aspek, yakni berkenaan dengan masalah ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya. Instrumen yang digunakan dalam survei adalah angket dengan skala tiga. Sedangkan analisis data

taksiran kebutuhan secara deskriptif dengan persentase. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai acuan untuk menyusun materi bahan ajar berbasis lokal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD, yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 tentang tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3. Sistem Sosial dan Budaya

4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran IPS yang dikemukakan di atas, yang kemudian diturunkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin diwujudkan, setelah ditelaah dengan seksama berdasarkan tujuan dan materi pendidikan lingkungan, dapat diidentifikasi butir-butir materi pembelajaran yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan untuk kelas 1 sampai dengan kelas 4. Hasil kajian tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar penyusunan judul pokok bahasan, uraian materi, dan kegiatan latihan yang diberikan setiap akhir pokok bahasan pada bahan ajar yang diperkaya dengan sumber informasi yang diperoleh dari respon masyarakat.

No

POKOK BAHASAN

SUB POKOK BAHASAN

1

Lingkungan Alam

Kenampakan alam dan gejala-gejala alam,

Keberadaan, pemanfaatan, dan pengelolaan Sumber Daya alam serta dampaknya

Keberadaan flora dan fauna serta pengelolaan dan pemanfaatannya

2

Lingkungan Sosial Budaya

Keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Keberadaan budaya lokal dan peranannya di masyarakat

Situs sejarah dan lingkungan

Macam teknologi produksi dan transportasi

Dampak teknologi terhadap kegiatan masyarakat dan lingkungan

3

Lingkungan Sosial Ekonomi

Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi masyarakat

Dampak kegiatan ekonomi masyarakat terhadap lingkungan

Dampak kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi di masyarakat

Secara keseluruhan kisi-kisi topik pokok bahasan bahan ajar yang disusun berdasarkan hasil kajian dimaksud mencakup hal-hal berikut:

Sedangkan isi materi setiap pokok bahasan dari bahan ajar didasarkan pada standar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum serta keterkaitannya dengan kenyataan dan fenomena lokal yang di wilayah peserta didik. Sumber-sumber bahan ajar yang dipilih adalah yang disepakati oleh guru lebih dari 80%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian tahun ke-1 ini menghasilkan buram bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal. Buram ini terdiri dari contoh bahan ajar Pendidikan Lingkungan dan buram panduan penulisannya. Bahan ajar tersebut dikembangkan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan terhadap Kurikulum yang berlaku (KTSP) untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD, need assesment, serta fenomena dan kondisi masyarakat adat Rejang di wilayah Rejang Lebong, Lebong, dan Kepahiyang.

Simpulan yang dapat diambil dari kajian kurikulum, need assesment, dan fenomena dan kondisi masyarakat lokal adalah sebagai berikut:

1. Lingkup konsep materi Pendidikan Lingkungan dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD mencakup masalah lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, dan lingkungan sosial ekonomi. Materi bahan ajar tersebut terintegrasi dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD.

2. Bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal sangat dibutuhkan pada SD di wilayah Rejang Lebong. Hal ini ditandai oleh persetujuan para guru yang secara keseluruhan menyetujui alternatif materi bahan ajar yang bersifat lokal yang mendekati 100%.

3. Sumber penyusunan bahan ajar adalah kenyataan dan fenomena yang terdapat di lingkungan yang sudah dikenal oleh perserta didik.

Berkenaan dengan temuan penelitian ini, hendaknya disadari secara sungguh-sungguh bahwa lingkungan yang ada di sekitar peserta didik merupakan sumber belajar yang cukup baik dimanfaatkan, terutama dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Oleh karena itu para guru hendaknya kreatif memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan peserta didik. Materi Pendidikan Lingkungan yang bersumber dari lingkungan peserta didik akan menjadi jembatan bagi pengenalan konsep-konsep lingkungan serta upaya menanamkan sikap peduli terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, Kusnaka (ed). 1999. Petani Merajut Tradisi Era Globalisasi: Pendayagunaan Sistem Pengetahuan Lokal dalam Pembangunan. Bandung: Humaniora Utama Press.

Alkarhami, Suud karim. Program PKLH Jalur Sekolah: Kajian dari Perspektif Kurikulum dan Hakekat belajar-Mengajar. (http//www.pdk.go.id/ Balitbang/ Publikasi/jurnal/ No.026/ Program_PKLH_Suud_Karim, htm).

Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

--------------------. 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Black, James A., Dean J. Champion. 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial (terjemahan: E.Koeswara dkk). Bandung: PT Eresco.

Borg, Walter R, dan Meredith D. Gall. 1983. Educational Research An Introduction. New York: Longman

Campbell, Donal T & Julian C. Stanley. Experimental and Quasi Experimental design for Experiment. Chicago: Rand McNally & Company.

Chiras, Daniel D. 1991. Enviromental Science: Action for a Sustainable Future. California: The Benyamin/Cummings Pub.Co.Inc.

Constructive Learning. http/ed.swau.ed/England/theories_learning/assig-ment_5htm.

Cunningsworth, Alan. 1995. Choosing Your Course Book. Oxford: Heinemann.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pendidikan Prasekolah, Dasar, Menengah: Ketentuan Umum. Jakarta.

-----------------. 2003. Krikulum 2004, Ilmu pengetahuan Sosial Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah. Jakarta.

-----------------. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.

De Young R. Environmental Psychology. http//www. Environmental.psychology. Com

Dick, Walter dan Lou Carey. 1996. The Systematic Design of Instruction. New York: Longman.

Environmental Education Curriculum. http/www.sou.edu.au/schools/edu/ stu-dent_pages/ 1999/envdcurriculum.htm.

Firdausy, Carunia Mulya (ed). 1998. Dimensi Manusia Dalam pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Freire, Paulo. 2001. Pendidikan yang Membebaskan. (terjemahan). Jakarta: Melibas.

Genetic Epistemology (J.Piaget). http//www.tip. psycology.org/piaget.html.

Goble, Frank G. 1987. Mazhab Ketiga:Psikologi Humanistik Abraham Maslow. (terjemahan). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Global Issues and Environmental Education. 1993. http/www.eriese.org/erie/ digest/digest_e05/html.

Gustafon. 1981. Survey of Instructional Development Model. Georgia: Clearing House on Information Resources, Sycracuse University.

Hasan, S. Hamid. 2000. “Pendekatan Multikultural Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Oktober 2000, Tahun ke-6 No.026. pp 510-524.

Hadi, Sudharto P. 2000. Manusia dan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.

Hungerford HR & Volk Trudi L. 1990. “Changing Learner Behaviour Trough Environmental Education”, The Journal of Environmental Education. Vol 21.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Keraf, Sony. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Karim, Mariana. 1980. Pemilihan Bahan Pengajaran. Jakarta: Penlok P3G.

Learning and Learning Theory. http//hagar.up.ac.za/catts/learner/leonb/lear-ning_and_ learning_theory.htm

Moore, MG dan Kearsley G. 1996. Distance Education: A System View. Woodsworth: USA

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Cet.4. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nirwana. 1996. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA di SD (Studi Eksprimen pada Siswa SD Kelas V di SDN 52 Bengkulu). Tesis S2. Bandung: IKIP Bandung.

-----------------. 1999. Model Pendekatan Lingkungan untuk Memahami IPA SD di Wilayah IDT Kabupaten Bengkulu Selatan. Bengkulu: Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Pap, Peter Gyallay. Environment: ETAP Reference Guide Book, Chapter 13. http//www.un.org.kh/fae/pdfs/section4/chapterxxx3/33.pdf.

Piaget’s Stage Theory of Development. http//www.psych.ualbertha.ca%/ Emika/ Pearl_street/Dictionary/Content/P/piaget’s_dtages.html.

Piaget’s Theory of Cognitive Development. http//www.nova.edu/~walpole/ frame_ control_ webquest. htm

Putrawan, I Made. 1990. Pengujian Hipotesis dalam Penelitian-Penelitian Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

------------------------1996. Peranan Pendidikan Lingkungan dalam Membentuk Warganegara Berwawasan Lingkungan. Makalah.

Romiszowski. 1986. Developing Auto Instructional Materials. Philedelphia: Nicolas Publishing.

Sadtono. 1979 “Teknik Cloze: Sebagai Alat Pengukur Dalam Bahasa”. Pengajaran Bahasa dan Sastra, Tahun II, No.6.

Schmieder, Allen A. 1977. “The Nature and Philosophy of Evironmental Education: Goal and Objectives”, Trends in Environmental Education. (UNESCO).

Siegel, Sidney 1992. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: P2T Universitas Terbuka.

Soemarwoto, Otto. 2001. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Soerjani. 2003. Paradigma Ilmu Lingkungan sebagai Dasar Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Makalah. Semiloka Pengembangan Kurikulum PKLH Parogram Pascasarjana UNJ. Jakarta.

Suminar, Panji. 2001. Model Komunikasi, Informasi dan promosi (KIP) Konservasi dan Pelestarian Berbasis Pengetahuan Lokal di desa-desa Sekitar Kawasan Taman Nasional Kerinci seblat di Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Bengkulu: Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Tilaar, HAR. 2000. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tilaar, HAR. 1999. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tim Studi Pengembangan Buku pegangan Sekolah Menengah Kejuruan. 1997. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Kejuruan. Yogyakarta: FPTK-IKIP.

Tomsilon, Brian. 1998. Material Development in Language teaching. Cambridge: Cambridege University.

Vetch, Russel dan Daniel Arkkelin. 1995. Environmental Psychology. New Yersey: Printice-Hall.

What is Contextual Learning and Teaching. http//www. Texascol-laborative.org/ WhatsCTL.htm.

Yusuf, Maftuchah. 2000. Pendidikan Kependudukan dan Etika Lingkungan. Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan,

Tidak ada komentar: