Senin, 03 Desember 2007

PELAKSANAAN MANAJEMEN SEKOLAH

PADA SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

DI KOTA BENGKULU[1]

Syukri Hamzah[2]

Abstract

The objective of study is to describe of executed management pattern at Elementary School in Bengkulu city. Research Method in this study are indeep interview and observation by using compatible list. The obtained result indicate that executed management pattern still is old paradigm management pattern, not yet expressed School Based Management pattern intactly, because still the limited existing support. Management function not yet walked effectively. Quality of citizen professional go to school still lower. Therefore, require to strive more intensive construction again.

Kata Kunci

pola manajemen, MBS, pemberdayaan, profesional

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu sarana strategis bagi peningkatan mutu sumber daya manusia. Oleh karena itu, seringkali pendidikan merupakan salah satu tolok ukur bagi tingkat kemajuan suatu bangsa. Atas dasar itu pula, upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan akan senantiasa dilakukan. Kondisi pendidikan kita saat ini masih sangat memperihatinkan yang ditandai oleh tingkat kualitas sumber daya kita yang diukur berdasarkan HDI (Human Development Index) berada pada urutan 109 dari 172 negara, suatu kondisi yang jauh tertinggal dari beberapa negara tetangga kita di ASEAN. Salah satu upaya pemerintah yang menyangkut upaya perbaikan sistem pengelolaan pendidikan di sekolah agar lebih bermutu, efisien, dan efektif adalah dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah yang dikenal dengan istilah MBS. Program ini lebih dititikberatkan pada upaya pemberian kewenangan pengelolaan sekolah yang semula sentralistik, kemudian secara bertahap kewenangan pengelolaan sekolah diserahkan kepada sekolah sebagai salah satu wujud disentralisasi pendidikan.

Sehubungan dengan pola pelaksanaan MBS tersebut khususnya SD, masih terdapat sejumlah permasalahan. Salah satu permasalahannya adalah masih terbatasnya pemahaman pihak sekolah akan makna dan konsekuensi dari pelaksanaan MBS itu sendiri.

Pada beberapa sekolah rintisan pelaksanaan MBS di beberapa sekolah di Indonesia, menunjukkan prestasi hasil belajar yang cukup baik. Namun, di sisi lain terdapat pula sekolah-sekolah yang belum menerapkan MBS ternyata menunjukkan prestasi hasil belajar yang tidak kalah baiknya dengan sekolah yang melaksanakan pengelolaan dengan pendekatan MBS.

Hal ini menunjukkan adanya suatu kemungkinan pengelolaan alternatif –selain MBS-- yang juga dapat meningkatan kualitas pengelolaan manajemen sekolah yang juga berdampak pada prestasi hasil belajar yang akan dicapai.

Atas dasar hal tersebut itulah pengkajian ini dilaksanakan untuk menemukan faktor-faktor dalam pengelolaan sekolah yang dominan yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah, khususnya pada satuan pendidikan SD.

B. Permasalahan

Pertanyaan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi:

1. Bagaimanakah pengelolaan manajemen pada sekolah unggul/ favorit?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadikan sekolah tersebut unggul/difavoritkan masyarakat?

3. Apakah pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pengelolaan manajemen sekolah tersebut?

4. Bagaimanakah pengelolaan manajemen SD dan TK yang ada dalam satu lingkungan?

C. Tujuan Pengkajian

Secara umum tujuan yang hendak dicapai dalam pengkajian ini adalah untuk :

1. Mendapatkan data dan informasi tentang pola pelaksanaan manajemen yang dapat meningkatkan mutu sekolah

2. Mengetahui kesiapan sekolah dalam melaksanakan MBS.

3. Menemukan faktor-faktor dominan yang mampu mendukung keberhasilan pengelolaan sekolah dilihat dari sisi aspek prestasi sekolah.

Secara khusus, tujuan pengkajian yang hendak dicapai berkenaan dengan pengelolaan manajemen sekolah dasar adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan pola-pola manajemen sekolah dasar yang dilaksanakan selama ini.

2. Mendeskripiskan variabel-variabel dominan yang mempengaruhi kualitas dan asas pengelolaan sekolah.

3. Menemukan hubungan kausalitas antara variabel kualitas dan asas pengelolaan sekolah serta peran serta masyarakat.

4. Melakukan pengkajian secara teoritis mengenai hubungan pengelolaan sekolah dan kualitas hasil belajar.

5. Mendeskripsikan kesiapan sekolah pada umumnya bila akan menerapkan kebijakan manajemen dengan pendekatan MBS sebagaimana yang diterapkan pada sekolah rintisan.

6. Mendeskripisikan hubungan pengelolaan manajemen SD yang berada dalam sati lingkungan dengan TK.

7. Menyusun rekomendasi dan implikasi kebijakan ke depan berkenaan dengan pengelolaan sekolah baik pada SD yang telah melaksanakan MBS maupun yang belum, kepada pemerintah terutama pada lingkungan satuan pendidikan SD secara keseluruhan.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada pola pengelolaan sekolah secara implementatif melalui suatu observasi yang bersifat ilumintatif, terutama dalam melihat persepsi kepala sekolah terhadap kebermaknaan pelaksanaan manajemen sekolah yang dapat diterapkan disekolahnya, khususnya terhadap kemungkinan adanya modifikasi MBS oleh kepala sekolah guna menyesuaikan dengan kondisi daerah.. Karena itu, sumber data penelitian selain sekolah adalah stakeholder, yakni guru, orang tua murid dan masyarakat di sekitar sekolah.

Secara khusus lingkup kajian akan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan masalah:

1. Pemberdayaan/peningkatan kualitas profesional staf dan guru

2. Peningkatan kualitas proses pembelajaran/pemberdayaan murid

3. Pola kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah.

4. Pengelolaan lingkungan sekolah dan pengaruhnya

5. Pengelolaan tenaga kependidikan yang ada di sekolah.

6. Pembinaan budaya mutu di sekolah.

7. Pengelolaan kerja sama sekolah dengan warga sekolah (staf, guru, murid, dan masyarakat/komite sekolah)

8. Pengelolaan dan pembinaan lingkungan belajar.

E. Kajian Pustaka

Sebagaimana dipahami bahwa manajemen sekolah adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik untuk jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang. Karena itu, fungsi manajemen sekolah tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal, efektif dan efisien. Atas dasar itu, maka berbagai pola manjemen telah coba diterapkan di sekolah-sekolah kita, dan yang terakhir saat ini manajemen yang diterapkan dikenal dengan nama “Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah” yang lebih dikenal dengan “Manajemen Berbasis Sekolah”.

Manajemen berbasis sekolah ( MBS) adalah suatu strategi untuk meningkatkan kinerja pengelolaan pendidikan dengan pemindahan otoritas pengambilan keputusan penting ke sekolah secara mandiri, khususnya berkenaan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pokok manajemen yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan. Dalam kaitan ini manajemen berbasis sekolah memberikan kesempatan lebih besar kepada sekolah yang melaksanakan MBS untuk melaksanakan fungsi-fungsi pokok tersebut kepada sekolah, khususnya warga sekolah yang mencakup kepala sekolah, para guru, para siswa, dan orang tua siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pendidikan dengan cara memberi mereka tanggung jawab terhadap keputusan terutama yang berkenaan dengan masalah anggaran, personil, pengelolaan sarana dan prasarana serta kurikulum. Melalui keterlibatan tersebut, maka di dalam pengambilan keputusan kunci ini, MBS diharapkan dapat menciptakan hasil belajar dan lingkungan belajar yang lebih efektif bagi peserta didik.

Karena itu, bila dicermati konsep MBS tersebut pada dasarnya menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah dengan tanggung jawab masing-masing yang dikembangkan atas dasar memberikan kesempatan kepada sekolah untuk secara mandiri meningkatkan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya yang ada secara aktif dan dinamis. Konsekuensi logis dari prinsip ini sebagaimana dikemukakan oleh Umaedi (1999) bahwa setiap sekolah harus mampu menerjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Dengan demikian, walaupun sekolah bersifat mandiri dalam pengambilan keputusannya tetapi masih tetap dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan permintaan masyarakat.

MBS itu sendiri –selain sekolah rintisan-- baru dilaksanakan pada sekolah-sekolah pada awal tahun ajaran 2004-2005, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas. Sejauh ini pelaksanaan model manajemen berbasis sekolah yang diterapkan berpedoman pada petunjuk yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Karenanya, sebagai suatu model manajemen yang baru, tentu saja pelaksanaannya di lapangan akan bervariatif sesuai dengan interpretasi masing-masing sekolah. Namun demikian, hal ini dapat dipahami, karena kebutuhan yang ada serta keadaan sumber daya serta sarana dan prasarana di setiap sekolah juga bervariasi, termasuk lingkungan masyarakatnya. Sehubungan dengan itu, kemampuan untuk menyerap dan menyesuaikan kebutuhan belajar siswa, memahami keragaman kebutuhan guru dan staf lainnya dalam pengembangan profesionalnya, penyesuaian dengan kondisi lingkungan yang ada di setiap sekolah, serta harapan orang tua dan masyarakat –sebagai warga sekolah-- akan pendidikan yang bermutu, mensyaratkan adanya pada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana yang dikemukakan di atas. Kemampuan merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut dalam proses pengambilan keputusan perlu dicermati agar kebijakan yang diambil tetap berjalan dalam koridor yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan beragamnya kondisi latar belakang dan kemampuan warga sekolah yang ada di setiap sekolah. Kondisi yang tidak diharapkan dapat saja terjadi, bilamana pemahaman terhadap konsep MBS oleh warga sekolah kurang baik serta pembinaan yang kurang dari pihak-pihak yang terkait.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Pusat Kompetensi Bidang Pendidikan di Universitas California Selatan di Los Angeles terhadap sekolah yang melaksanakan MBS dan yang tidak melaksanakan, menunjukkan bahwa tidak terdapat cukup bukti bahwa MBS mampu membina ke arah peningkatan mutu sekolah, pendidik, dan pembuat kebijakan, bahkan lebih jauh malah menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan desentralisasi pengelolaan tersebut (http/www.ed.gov/pubs/SER/ SchBasedMgmt /execsum.htm, 1996).

Kegagalan pelaksanaan MBS tersebut menurut penelitian mereka umumnya disebabkan karena (1) Sekolah lebih mengutamakan pekerjaan dengan agenda mereka sendiri dengan pemimpin yang otokratis yang tidak membantu perkembangan, sehingga rasa memiliki dan tanggung jawab guru sangat kurang; (2) Pengambilan keputusan terpusat pada dewan tunggal (kelompok tertentu di sekolah); (3) Sering terjadi permintaan yang tinggi dari unsur yang terlibat pada MBS, sehingga pelaksanaan pekerjaan akan memakan waktu yang lama serta melalui suatu proses yang sulit (http/www.ed.gov/pubs/SER/SchBasedMgmt/ execsum.htm,1996). Sedang-kan sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa untuk melaksanakan MBS diperlukan pemberdayaan semua unsur sumber daya yang terlibat (warga sekolah) secara terstruktur dan terencana dengan baik.

Di sisi lain, pengelolaan MBS yang sukses ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Pengambilan keputusan dilakukan dengan melibatkan konstituen sekolah secara luas serta adanya komunikasi yang efektif secara vertikal dan horizontal yang diarahkan pada upaya perbaikan yang berkelanjutan; (2) Menempatkan kegiatan pengembangan profesional staf sebagai suatu prioritas yang tinggi; (3) Menciptakan jaringan komunikasi dan informasi yang intens dengan orang tua dan masyarakat, sehingga dapat mewujudkan pelayanan yang baik kepada pelanggan; (4) Melaksanakan strategi “penghargaan” terhadap staf dan guru yang berprestasi sehingga baik staf maupun guru termotivasi dan bergairah dengan iklim tersebut; (5) Memilih orang-orang yang mampu mengkoordinir serta menjadi panutan untuk menggerakkan staf dan guru, sehingga terwujud tanggung jawab dan kebersamaan untuk maju bersama; dan (6) Melaksanakan petunjuk serta kerja sama dengan pihak terkait, khususnya Pemerintah daerah untuk mewujudkan visi sekolah (http/www.ed.gov/pubs/SER/SchBasedMgmt/ execsum.htm, 1996).

Hal-hal yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa upaya peningkatan kualitas pengelolaan manajemen sekolah harus dilakukan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, serta pemberdayaan segenap sumber daya yang ada dan pembinaan yang melibatkan semua unsur yang terkait dengan sekolah. Selain itu, manajemen yang dilaksanakan harus dapat menciptakan suatu iklim yang mampu meningkatkan gairah dan motivasi kerja secara profesional terhadap staf dan guru, serta rasa kepedulian dan tanggung jawab warga sekolah yang lain terhadap keberhasilan sekolah. Konsekuensi logisnya, manajemen yang dilaksanakan hendaknya memenuhi unsur-unsur kebutuhan berikut: (1) mempunyai dukungan staf sekolah yang kuat, (2) staf sekolah harus ditingkatkan kemampuannya dengan cara memberikan pelatihan administratif agar dapat melakukan penyesuaian dengan perannya yang baru, (3) tersedianya dukungan finansial yang memadai serta waktu untuk pertemuan-pertemuan staf reguler, dan (4) pemerintah secara konsisten mengalihkan otoritas kewenangan utama dan selanjutnya otoritas ini dapat di bagi dengan para guru dan orang tua.

Merujuk pada hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka dalam melaksanakan manajemen sekolah –termasuk MBS--, pihak sekolah harus mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi pokok manajemen secara optimal dan baik yang dalam pelaksanaannya memperhatikan lima hal berikut, yaitu yang berkaitan dengan kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas pemerintah, peranan orang tua dan masyarakat, peranan profesionalisme dan manajerial, dan pengembangan profesi guru dan staf.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji populasi dengan menyeleksi serta mengkaji sampel terpilih dari populasi guna menemukan insidensi, distribusi, dan inter-relasi relatif dari variable-variabel sosiologis dan psikologis. Di samping itu, metode survei dapat pula dirancang untuk memperoleh informasi tentang berbagai gejala yang terjadi pada saat penelitian (Kerlinger, 1996:660). Dalam penelitian ini, metode survei digunakan untuk memperoleh data dan mengkaji beberapa variabel manajemen di Sekolah Dasar.


G. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bengkulu dengan keseluruhan waktu yang digunakan untuk kegiatan ini tiga bulan. Dua minggu pertama digunakan untuk melakukan persiapan pelaksanaan penelitian yang mencakup persiapan administrasi, penyusunan proposal, penyusunan instrumen, dan penjajagan lokasi penelitian. Dua bulan kedua merupakan kegiatan pokok penelitian yang meliputi pengumpulan data lapangan, verifikasi data, dan analisis data, serta menulis draft laporan penelitian . Sedangkan dua minggu terakhir digunakan untuk menyiapkan laporan akhir serta pengiriman laporan dan sosialisasi hasil penelitian melalui seminar nasional.

H. Populasi dan Sampel

Populasi teoretik penelitian ini adalah semua Sekolah Dasar baik negeri maupun swasta dan Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak yang berada dalam satu lingkungan sekolah, baik negeri maupun swasta yang berada di wilayah Kota Bengkulu, yang berjumlah 81 SD Negeri dan 5 SD Swasta. Dari sekolah-sekolah tersebut yang berada dalam satu lingkungan dengan TK, dua SD negeri dan satu swasta.

Penarikan sampel terjangkau dilakukan secara purposif sampling berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam TOR Berdasarkan kriteria tersebut, sekolah yang terpilih sebagai sampel adalah:

1. SD Negeri 1 Bengkulu (sekolah yang difavoritkan masyarakat)

2. SD Negeri 71 Bengkulu

3. SD Negeri 69 (sekolah yang berada satu lingkungan dengan TK)

4. SD Negeri 5 Bengkulu

5. SD Muhammadiyah 1 Bengkulu

I. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan wawancara, dan daftar cocok (Check List). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (indeep interview) yang ditujukan kepada unsur-unsur yang terlibat dalam manajemen sekolah, yakni Kepala sekolah, guru, staf, dan stakeholder (komite sekolah, orang tua murid, dan masyarakat). Sedangkan, daftar cocok digunakan pada saat observasi lapangan guna melihat realita di lapangan secara langsung, yang pada gilirannya akan digunakan sebagai bahan pelengkap dalam wawancara.

J. Teknik Analisis data

Analisis data dilakukan secara kualitatif, yakni secara deskriptif argumentatif dengan langkah-langkah yang ditempuh adalah pendeskripsian data, analisis, dan penyimpulan.


K. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil observasi dan wawancara yang ditujukan kepada kepala sekolah, guru, dan komite sekolah pada sekolah sampel terjangkau di wilayah Kota Bengkulu secara umum diperoleh data sebagai berikut:

a. Pola Manajemen Sekolah dalam Pemberdayaan Guru dan Staf

Pola manajemen pemberdayaan guru dan staf dilakukan dilaksanakan dengan upaya-upaya sebagai berikut:

1) Memberikan kesempatan kepada SDM yang ada di sekolah untuk meningkatkan kualitas profesional melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan dan keluarannya.

2) Melaksanakan komunikasi secara kontinu antara kepala sekolah dan guru dalam memecahkan masalah PBM serta dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan PBM melalui diskusi antar guru atau rapat yang melibatkan kepala sekolah dan guru.

3) Membina komitmen yang tinggi terhadap sekolah dan pendidikan, baik kepala sekolah, guru, dan staf guna meningkatkan mutu pendidikan, sehingga rasa tumbuh rasa bersaing yang sehat antara sesamanya untuk berprestasi. Komitmen itu dibangun atas dasar dasar rasa senang terhadap tugasnya dan terbuka dalam menerima perubahan dan masukan yang membangun dan penekannya pada kedisiplinan dalam pelaksanaan tugas.

4) Meningkatkan motivasi guru dan staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga stakeholder pendidikan memiliki kemauan yang kuat pula untuk ikut serta dalam membina sekolah.

c. Pola Pemberdayaan Murid

Pola manajemen pemberdayaan murid dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut:

1) Memberikan motivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi pada murid dengan cara memberikan penghargaan terhadap murid yang berhasil mencapai prestasi tinggi.

2) Memberi kesempatan untuk ikut dalam lomba-lomba antar sekolah guna menumbuhkan rasa bersaing yang positif pada diri anak. Penerapan pola ini diharapkan akan menumbuhkan apresiasi yang positif dari masyarakat terhadap sekolah-sekolah yang memiliki prestasi tinggi.

3) Komunikasi guru dengan siswa dilakukan secara intensif dengan cara memperhatikan kemampuan dan kelemahan individu anak dalam belajar. Dalam hal ini, peraturan dan tata tertib sekolah menjadi pegangan baik pada guru maupun siswa dalam menjalankan kegiatan sekolah sehari-hari.

4) Menganjurkan siswa mengikuti bimbingan belajar/les serta belajar kelompok khususnya untuk meningkatkan mutu hasil belajarnya serta mutu capaian mutu pendidikan umumnya.

d. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Rangkuman hasil penelitian berkenaan dengan kepemimpinan kepala sekolah adalah menekankan kepada upaya untuk:

1) Menumbuhkan dan meningkatkan disiplin, serta tanggung jawab terhadap guru, staf, dan siswa.

2) Meningkatkan komunikasi dengan stakeholder pendidikan terkait terutama berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan yang ada di sekolah.

3) Menumbuhkan komitmen yang tinggi terhadap visi dan misi sekolah kepada segenap warga sekolah guna membantu meningkatkan kinerja sekolah guna pencapaian visi dan misi sekolah yang telah ditetapkan tersebut.

4) Melaksanakan kebijakan otonomi pendidikan dengan cara melakukan komunikasi yang luas terhadap stakeholder pendidikan yang dapat dijadikan pijakan dalam pengambilan keputusan sekolah.

5) Penanganan pengelolaan keuangan sekolah dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas guna kepentingan penyelenggaraan pendidikan.

6) Peningkatan kesadaran yang tinggi pada guru dan staf terhadap peranan sekolah dalam memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sumber daya manusia di era globalisasi dalam menghadapi persaingan yang ketat baik tingkat regional, nasional dan internasional.

e. Pola Manajemen terhadap Lingkungan Sekolah

Berkaitan dengan lingkungan sekolah, rangkuman hasil penelitian yang berkenaan dengan pengelolaan manajemen sekolah diperoleh data sebagai berikut, yaitu kegiatan Kepala Sekolah dan Stakeholder diarahkan kepada:

1) Penciptaan suasana sekolah yang bersih dan menyenangkan guna mewujudkan suasana belajar yang kondusif. Dengan kondisi ini diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya dan mutu pelaksanaan pendidikan umumnya.

2) Pemberian tanggungjawab terhadap siswa terhadap kebersihan lingkungan sekolah, dengan harapan akan mampu meningkatkan sikap disiplin dan peduli terhadap keberadaan lingkungan.

3) Menciptakan lingkungan internal dan eksternal sekolah menjadi daya tarik tersendiri pada masyarakat, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan minat yang tinggi pada orang tua atau masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah yang dianggapnya favorit/unggul.

f. Pola Manajemen Tenaga Kependidikan

Berkaitan dengan pengelolaan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, rangkuman yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1) Pengambilan keputusan ataupun dalam menetapkan suatu kebijakan dilakukan dengan demokratis.

2) Pembagian wewenang terhadap guru/staf sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.

3) Mengupayakan terwujudnya pola komunikasi yang terbuka terhadap warga sekolah untuk saling memberikan masukan yang bersifat konstruktif dalam memecahkan masalah pendidikan di sekolah.

4) Menanamkan komitmen yang tinggi terhadap guru dan staf terhadap tugas yang diembannya guna mencapai visi dan misi sekolah.

5) Mengupayakan agar guru-guru bidang studi dapat lebih menguasai bidang tugas serta keilmuannya agar dapat lebih professional dan memiliki kompetensi yang tinggi.

6) Mengaktifkan forum-forum, MKKS, MGMP sebagai wahana untuk saling memberikan masukan terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

g. Pola Manajemen Budaya Mutu

Berkaitan dengan budaya mutu, upaya-upaya yang umumnya dilakukan oleh pihak sekolah dapat dirangkum sebagai berikut:

1) Melakukan pembinaan kepada staf, guru, dan murid agar tertanam budaya mutu di lingkungan sekolah, sehingga orientasi kegiatan diarahkan kepada peningkatan mutu pelaksanaan dan hasil pendidikan.

2) Memberikan keteladanan terhadap murid-murid dalam meraih kesuksesan dalam belajar.

3) Mendorong murid dengan berbagai cara untuk selalu berusaha meraih yang terbaik dalam berbagai kegiatan edukasi.

4) Memiliki komitmen yang tinggi, agar lulusannya banyak diterima pada sekolah favorit tingkat SLTP.

5) Melakukan kegiatan ekstrakurikuler untuk menambah wawasan serta peningkatan kemampuan siswa agar dapat dicapai mutu hasil pendidikan yang lebih baik.

h. Pola Team Work yang Dilakukan

Para kepala sekolah umumnya menyadari bahwa upaya untuk meningkatkan mutu kinerja sekolah hanya dapat dilakukan dengan suatu kerja bareng yang dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab serta kebersamaan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah menurut hasil penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Membentuk team work berdasarkan bidang keahliannya dan minat, serta kebutuhan yang dihadapi oleh sekolah. Seperti membentuk tim penanggung jawab bidang kerohanian, kesenian, dan lain-lain.

2) Memaksimalkan peran komite sekolah untuk peningkatan mutu pendidikan dengan senantiasa melakukan komunikasi serta melibatkannya dalam berbagai kegiatan yang berkenaan dengan upaya perbaikan sekolah, baik fisik maupun non fisik.

i. Pola manajemen Terhadap Lingkungan Belajar

Rangkuman hasil penelitian yang dilakukan terhadap pola manajemen yang dilakukan sekolah terhadap lingkungan belajar meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Menciptakan lingkungan yang bersih, asri, nyaman dalam suasana kondusif, agar siswa betah belajar di sekolah. Upaya untuk mewujudkan lingkungan belajar sebagai yang dikemukakan tersebut umumnya sangat didukung oleh stakeholder yang ditunjukkan dengan komitmennya dalam ikut serta menjaga dan membantu peningkatan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kemampuan yang ada serta memanfaatkannya semaksimal mungkin.

2) Berupaya mengajak warga masyarakat sekitar sekolah untuk menjaga keapikan, kebersihan, dan keamanan kondisi sekolah. Walupun usaha ini masih terasa sedikit sulit pada sekolah yang berada di pinggiran kota.

3) Berusaha secara maksimal mengatasi permasalahan–permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan belajar yang masih kurang.

4) Melaksanakan tata tertib sekolah dengan sebaik mungkin, baik itu menyangkut kepala sekolah, guru, staf maupun siswa.

2. Kerja Sama TK dan SD

Pada sekolah-sekolah dasar yang berdampingan dengan TK, hasil wawancara peneliti diperoleh informasi bahwa antara SD dan TK tersebut terdapat koordinasi dalam hal kelanjutan pembinaan murid TK yang melanjutkan pendidikannya di SD yang bersangkutan, terrutama informasi bagi anak yang memiliki kelainan dan talenta tertentu. Selain itu, pihak SD juga akan mengutamakan murid yang telah tamat TK tersebut bersekolah di SD-nya. Sejauh ini, kerja sama yang ada baru sebatas pemerian informasi dan penyediaan tempat bagi tamatan TK tersebut saja. Sedangkan, hal lain yang berkenaan dengan pembinaan bersama belum lagi ada.

L. Faktor Penghambat

Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, guru, dan komite sekolah dapat diungkap faktor-faktor dominan yang menghambat pelaksanaan manajemen sekolah, yakni antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Pendanaan yang sangat minim, khususnya pada sekolah-sekolah yang berada di lingkungan masyarakat menengah ke bawah, terlebih setelah diberlakukannya otonomi daerah dan dilaksanakannya MBS di sekolah-sekolah, subsidi pemerintah pada sekolah negeri telah dikurangi yang besarannya cukup signifikan. Sedangkan sekolah swasta bukan favorit hanya mengandalkan pembiayaan pendidikan dari pemasukan dana sumbangan masyarakat atau orang tua murid yang jumlah sangat tidak memadai. Pendanaan yang relatif memadai hanya terdapat pada sekolah yang diangap favorit oleh masyarakat. Dalam hal ini, wali murid umumnya dari kalangan ekonomi menengah ke atas secara finansial mampu memberikan partisipasinya yang cukup besar.

2. Kesadaran profesional pada banyak guru masih rendah, sehingga tugas-tugas yang dilaksanakan sebatas kegiatan rutinitasnya saja. Kreativitas pada banyak guru masih sangat kurang, umumnya dengan alasan dana dan fasilitas yang tidak mencukupi atau tidak tersedia sama sekali.

3. Pemahaman komite sekolah terhadap tugas dan fungsinya masih belum cukup memadai, terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan MBS serta kebutuhan pelaksanaan pendidikan yang bermutu, sehingga dukungan yang diberikan dalam penyelenggaraan pendidikan masih sangat terbatas, bahkan terdapat kecenderungan pola-pola lama (sistem BP3) dalam mencari dana untuk membantu pelaksanaan pendidikan di sekolah.

4. Kebijakan pemerintah daerah yang terkadang kurang mendukung bagi terlaksananya manajemen sekolah dengan baik, seperti penempatan dan mutasi guru yang terkadang kurang memperhatikan kebutuhan dan kondisi sekolah.

5. Tenaga kependidikan yang memiliki skill tertentu dan kreatif jumlahnya masih sangat terbatas bahkan terkadang tidak ada sama sekali di suatu sekolah, seperti banyak sekolah yang tidak ada guru olahraga.

M. Faktor Pendukung

Di samping faktor-faktor penghambat yang telah dikemukakan di atas, dalam penelitian ini dapat pula dijaring beberapa faktor pendukung, terutama dalam penyelenggaraan manajemen di sekolah. Faktor-faktor dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran warga sekolah dan stakeholder umumnya cukup baik dengan senantiasa memberikan dukungan positif terhadap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimilikinya.

2. Komitmen para guru terhadap tugasnya cukup baik, terutama pada sekolah swasta walaupun masih terbatas pada pelaksanaan tugas semata.

N. Pembahasan

Dari rangkuman deskripsi data yang telah dikemukakan di atas kiranya dapat memberikan gambaran, bahwa pada umumnya pihak sekolah dalam upaya melaksanakan manajemen sekolah sebagaimana yang ditentukan telah diusahakan oleh setiap sekolah sebaik mungkin. Namun demikian, bila dicermati upaya-upaya tersebut masih terbatas pada upaya mengaplikasikan ketentuan yang ada dan masih bersifat rutinitas yang memang telah berlaku dan berjalan selama ini. Terobosan-terobosan kreatif oleh pihak sekolah belum begitu menonjol bahkan dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Misalnya, dalam upaya peningkatan profesionalisme guru maupun staf, belum terlihat adanya upaya mandiri dari pihak sekolah, melainkan masih menunggu kesempatan penugasan dari pihak Dinas Diknas setempat.

Alasan pendanaan merupakan alasan yang populer yang muncul pada hampir setiap sekolah, sehingga kegiatan yang dilaksanakan hanya terbatas rutinitas saja. Sehubungan dengan itu, hampir pada setiap sekolah tidak ditemukan program sekolah yang menentukan skala prioritas sekolah berdasarkan keterbatasan pendanaan dan sumber daya yang dimilikinya di mana seharusnya pendanaan yang dianggarkan seharusnya merefleksi skala prioritas dan kondisi yang ada di sekolah tersebut.

Pada sekolah favorit, dalam catatan peneliti memang terdapat kondisi yang sedikit berbeda, selain dana yang cukup memadai juga tersedia sumber daya yang cukup handal dan kreatif, di samping fasilitas yang tersedia sedikit lebih baik dibandingkan dengan sekolah lainnya. Misalnya, guru-guru yang memiliki prestasi baik lokal maupun nasional ditempatkan di sekolah ini. Sehingga dalam banyak hal sekolah favorit nampak lebih unggul dari sekolah lainnya karena dikondisikan. Namun, dari segi pelaksanaan manajemen sekolah kondisinya tidak jauh berbeda dengan sekolah yang lain, dalam arti tidak ada hal-hal menonjol dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya yang dapat ditularkan kepada sekolah lain.

Rutinitas dalam pelaksanaan manajemen sekolah tidak terdapat perbedaan yang menyolok. Setiap sekolah berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang dilaksanakannya. Hal ini merupakan kenyataan yang cukup menggembirakan, karena setiap sekolah telah berusaha secara optimal sesuai dengan kondisi yang dimilikinya.

Kenyataan-kenyataan yang diungkapkan di atas seyogyanya dicermati oleh pihak yang terkait dalam hal ini pihak Pemerintah Daeran melalui pihak Diknas setempat, terutama dalam hal pemberian dukungan bagi sekolah dalam memacu prestasi yang lebih baik lagi. Seperti halnya yang berkaitan dengan masalah pendanaan di bidang pendidikan yang merupakan hambatan umum di sekolah, sepantasnya mendapatkan perhatian yang lebih serius lagi, terutama berkenaan dengan pemenuhan fasilitas dan operasional pendidikan di sekolah.

Selain itu, faktor penghambat yang berkenaan dengan penempatan guru maupun staf yang selama ini terjadi, menunjukkan bahwa pemetaan tenaga skill dan profesional belum lagi ada pada pihak Diknas setempat, bahkan menggambarkan bahwa fungsi-fungsi manajemen tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga penempatan terkesan semaunya dan boleh jadi berbau KKN. Hal-hal semacam ini akan sangat mengganggu bagi efektivitas pelaksanaan manajemen sekolah dengan baik.

Atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas, maka pemberian kemandirian kepada sekolah dengan suatu perubahan pendekatan cara berpikir dalam melaksanakan manajemen sekolah, tidaklah cukup hanya sekadar pemberian konsep dan instruksi semata, tetapi harus pula diikuti dengan upaya-upaya lain yang kondusif dan konstruktif yang mampu meningkatkan kinerja sekolah serta berjalannya fungsi-fungsi manajemen sekolah dengan baik yang pada gilirannya akan bermuara pada mutu pendidikan yang dihasilkan.


O. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Dari hal-hal yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Pola-pola pelaksanaan manajemen yang berjalan pada sekolah-sekolah dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan warga sekolah di wilayah Kota Bengkulu masih belum menunjukkan suatu perubahan yang berarti. Dalam pelaksanaannya pola manajemen yang berjalan masih bersifat rutinitas dan belum menunjukkan adanya terobosan-terobosan sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepada sekolah oleh manajemen yang belaku (MBS).

b. Dukungan Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan manajemen sekolah (MBS) belum memadai dibandingkan kebutuhan yang dihadapi oleh sekolah.

c. Fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan belum berjalan secara efektif baik pada manajemen sekolah maupun pihak penanggung jawab pendidikan di daerah.

d. Sikap profesional pada banyak guru masih sangat rendah, khususnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan diri.

2. Rekomendasi

Berdasarkan deskripsi hasil dan pembahasan penelitian yang dikemukakan di atas, beberapa rekomendasi yang diajukan sebagai berikut ini:

a. Mutu pendidikan merupakan muara akhir dari pengelolaan manajemen pendidikan. Oleh karena itu, pembinaan dan dukungan terhadap sumber-sumber daya yang terkait dengan pelaksanaan manajemen pendidikan harus mendapatkan prioritas.

b. Pembinaan terhadap warga sekolah dan stakeholder harus dilakukan secara berkelanjutan guna meningkatkan partisipasi yang telah ditunjukkan saat ini.

c. Tidak membedakan sekolah dalam pemberian fasilitas maupun penempatan sumber daya guna meningkatkan sikap kompetitif sekolah.

d. Sekolah swasta merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembinaan sumber daya manusia. Oleh karena itu, perhatian yang lebih serius hendaknya diberikan kepada sekolah-sekolah swasta yang sangat mungkin dikembangkan dan dibina.

e. Pemetaan keberadaan tenaga kependidikan pada sekolah-sekolah perlu dilakukan, sehingga penempatan tenaga dapat dilakukan secara selektif dan tepat

DAFTAR PUSTAKA

Chapman, Judith (ed). School-Based Decision-Making and Management. The Falmer Press, Hampshire, United Kingdom. 1990.

Depdiknas. Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas. 2002

Roger, Everett M., Diffusion of Innovations. New York: The Free Press. 1995.

Semiawan, Conny R., dan Soedijarto (ed) Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT Grasindo. 1991.

Teori Maslow, (http//tuanmad.teripod.com/teorimaslow.html).

Umaedi. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas. 1999.

How Schools Make; School-Based Management Work. (http//www.ed/ gov/pubs/SER/ SchBasedMgmt/himodels.htm).

School-Based Management. (http//www.ed/gov/pubs/OR/ CostumerGuides/baseman. htm).

New Boundariesfos School-Based Managemen: The High Involvement Model. (http//www.ed/gov/pubs/SER/ SchBasedMgmt/himodels.htm).

Executive Summary:Getting School-Based Management Right; What Works And what Doesn’t. (http//www.ed/gov/pubs/SER/ SchBasedMgmt/ execsum.htm).



[1] Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pengakajian Manajemen Sekolah di Sekolah Dasar tanggal 9-10 di UNILA Bandar Lampung

[2] Staf Pengajar FKIP Universitas Bengkulu

1 komentar:

sudarta mengatakan...

Alhamdulillah....

Akhirnya Pak ESHA menulis juga.....
Semoga bernilai Ibadah, Pak